Artikel Pendidikan
Posted 21 November 2009
on:PENDIDIKAN YANG KOMERSIAL DI INDONESIA
Apakah benar sistem pendidikan di Indonesia sekarang berubah menjadi sistem pendidikan komersial? Bahwa mulai pendidikan pra-sekolah, SD, SLTP, SLTA sampai perguruan tinggi, semakin berlomba menaikkan pembiayaan dengan bermacam dalih. Salah satunya pasti demi meningkatkan mutu pendidikan. Ada yang bilang bahwa ketika mutu pendidikan menjadi tuntutan, mau tak mau dibutuhkan biaya pendidikan yang besar untuk memenuhi standar baku. Karena itu, tentu masyarakat sebagai pihak pengguna jasa pendidikan harus berpartisipasi ikut menanggung beban berat untuk meringankan pengelolaan pendidikan dalam memenuhi terbangunnya pendidikan berkualitas.
Memang perlu diakui tanpa dana yang cukup, cita-cita pendidikan berkualitas sangat sulit direalisasikan. Kalau tujuan biaya pendidikan yang mahal tersebut untuk memperoleh kualitas baik, itu wajar. Namun kalau pendidikan mahal itu akibat orientasi komersialisasi, di mana lembaga pendidikan menerapkan diri sebagai produsen dalam ekonomi liberal (untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya), ini perlu ditentang.
Saat ini pendidikan di Indonesia benar-benar dikomersialkan seperti masa-masa dimana sekolah hanya menerima anak camat atau orang-orang yang berkantong tebal. Masa kolonialisme telah terulang pada dunia pendidikan. Ini dikatakan komersialisasi karena visi pendidikan telah di belokkan ke ajang bisnis cari untung, sedangkan yang di sebut diskriminasi karena misi pencerdasan bangsa telah di geser ke kemampuan keuangan. Padahal pendidikan sebagai hak konstitusional yang di jamin UUD 1945. Komersialisasi pendidikan telah merampas hak anak bangsa yang kurang beruntung untuk mendapatkan penddikan dan meminggirkan mereka dari cita-cita yang merupakan human investmen dan social capital demi kepentingan bangsa. Padahal sekolah adalah sebuah harga mati untuk seseorang bisa menjadi manusia dan dimanusiakan.
Jika melihat para guru yang tidak mendapatkan tuntutan atas hak-haknya hati ini menangis, tetapi di kota banyak sekali guru dengan mobil mewah menjadikan siswa sebagai komoditas dan lahan komersialitas dengan mengatasnamakan peningkatan mutu pendidikan. Pungutan kepada siswa dengan embel-embel sukarela tetapi sebenarnya memaksa masih banyak terjadi di sekolah terutama dikota, di mana kehidupan sudah cukup kejam dan harapan seseorang anak manusia untuk merubah nasib dalam hidupnya pun melalui pendidikan sia-sia. Intimidasi sekarang ditemui di sekolah-sekolah untuk menakuti nakuti siswa yang orang taunya keberatan atas pungutan yang tidak jelas dan mengatasnamakan sukarela padahal memaksa. Rupanya hal ini merupakan tradisi di dunia pendidikan, Kepala Diknas di suatu kota pun berhak mendapatkan pesangon dari Kepala Sekolah di kotanya jika suatu saat akan pensiun. Adakah yang bisa membongkar kebobrokan di dunia pendidikan?
Semuanya serba bayar karena lembaga pendidikan kini ditunggangi pemilik modal. Saatnya pemerintah peduli dan tidak memandang sebelah mata untuk pendidikan. Dengan demikian, pemerintah dalam kasus mahalnya biaya pendidikan harus mampu berfungsi sebagai filter untuk memonitor sejauh mana biaya pendidikan mahal bagi masyarakat sehingga konsep pemerataan yang dibebankan pada pemerintah bisa dijalankan secara baik. Pemerintah harus senantiasa mengoreksi, mengawasi dan mengevaluasi setiap kebijakan biaya pendidikan yang dibebankan kepada masyarakat. Depdiknas selaku instansi yang langsung menangani masalah pendidikan harus mampu bertindak sebagai penengah antara pelaksana pendidikan (guru dan kepala sekolah) dengan masyarakat. Pada tingkat sekolah, komite sekolah harus pula berjalan sesuai tugasnya. Di antaranya, mengajak masyarakat terlibat menanggung beban biaya pendidikan.
Masyarakat juga harus meminta pemerintah kota untuk menyusun peraturan daerah (perda) tentang pendidikan untuk memangkas praktik bisnis pribadi di lingkungan sekolah karena pada akhirnya bisnis itu hanya membebani siswa yang semestinya digratiskan pemerintah pusat. Masyarakat juga harus menuntut pemerintah kota untuk mewujudkan pendidikan gratis secara total dengan biaya dari APBD untuk seluruh sekolah negeri. Sekolah swasta juga harus ikut menjaga agar pendidikan tetap berjalan dalam koridor upaya mencerdaskan dan memakmurkan bangsa.
Tujuan negara Indonesia harus dapat terwujud, salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, kita semua bagian dari elemen anak bangsa harus terpanggil bangkit meningkatan kualitas mutu perbaikan penyelenggaraan pemerintah, serta adanya kemauan politik pemerintah untuk merubah sistem pendidikan kita kalau ingin negara kita maju.
8 Tanggapan to "Artikel Pendidikan"
betul…emang akhirnya program pendidikan jdi tdak konsisten. kmaren2 dibicarakan tntang program pendidikan gratis,,tapi tetep aja UUD (ujung2nya Duit)
1 | Hidayatul Wakhidah
28 Desember 2009 pada 4:58 am
Suka banget pada nulis tentang pendidikan di Indonesia yang komersil. Nanti ujung-ujungya juga kita ketemu lagi dengan ketidakkonsistenan filosofi pendidikan dengan aturan yang ada. Dari awal, maksud pendidikan di Indonesia ini sudah bagus yaitu ingin mencerdaskan kehidupan bangasa. tapi setelah turun ke UU, sekolah aja jadi mahal. Jadi yang harus dilakukan adalah merubah UU nya. Sesuaikan lah dengan tujuan negara di Pembkaan UUD 1945 agar kecerdasan untuk semua warga negara secara merata dapat tercapai. Jangan sampai terjadi yang tidak punya uang tidak sekolah.